Lembaran Ideologi dan Teologi Liberal Obsesi Sistem Final Dalam Kehidupan
Memang pada mulanya yang muncul adalah liberalisme intelektual yang mencoba untuk bebas dari agama dan dari Tuhan, namun dari situlah lahir dan tumbuhnya liberalisme pemikiran keagamaan yang disebut juga theological liberalism. Perkembangan liberalisme pemikiran keagamaan ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga fase perkembangan sebagai berikut:
Fase pertama, Dari abad ke 17 yang dimotori oleh filosof Perancis Rene Descartes yang mempromosikan doktrin rasionalisme atau Enlightenment yang berakhir pada pertengahan abad ke 18. Doktrin utamanya adalah a) Percaya pada akal manusia b) Keutamaan individu c) Imanensi Tuhan dan d) Meliorisme (percaya bahwa manusia itu berkembang dan dapat dikembangkan).
Fase kedua, Bermula pada akhir abad ke 18 dengan doktrin Romantisisme yang menekankan pada individualisme, artinya individu dapat menjadi sumber nilai. Kesadaran-diri (self-consciousness) itu dalam pengertian religious dapat menjadi Kesadaran-Tuhan (god-consciousness). Tokohnya adalah Jean-Jacques, Immanuel Kant, dan Friedrich Schleiermacher dan sebagainya.
Fase terakhir, Bermula pada pertengahan abad ke 19 hingga abad ke 20 ditandai dengan semangat modernisme dan postmodernisme yang menekankan pada ide tentang perkembangan (notion of progress). Agama kemudian diletakkan sebagai sesuatu yang berkembang progressif dan disesuaikan dengan ilmu pengetahuan modern serta diharapkan dapat merespon isu-isu yang diangkat oleh kultur modern.
Itulah sebabnya kajian mengenai doktrin-doktrin Kristen kemudian berubah bentuk menjadi kajian psikologis pengalaman keagamaan (psychological study of religious experience), kajian sosiologis lembaga-lembaga dan tradisi keagamaan (sociological study of religious institution), kajian filosofis tentang pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan (philosophical inquiry into religious knowledge and values).
Sementara itu pada abad ke 19 liberalisme dalam pemikiran keagamaan Katholik Roma berbentuk gerakan yang mendukung demokrasi politik dan reformasi gereja, namun secara teologis tetap mempertahankan ortodoksi.
Sedangkan dalam pemikiran Kristen Protestan liberalisme merupakan tren kebebasan intelektual yang menekankan pada substansi etis dan kemanusiaan Kristen dan mengurangi penekanan pada teologi yang dogmatis. Artinya dengan masuknya paham liberalisme kedalam pemikiran keagamaan maka banyak konsep dasar dalam agama Kristen yang berubah.
Nicholas F. Gier, dari University of Idaho, Moscow, Idaho menyimpulkan karakteristik pemikiran tokoh-tokoh liberal Amerika Serikat adalah sebagai berikut:
Pertama, Percaya pada Tuhan, tapi bukan Tuhan dalam kepercayaan Kristen Orthodok.
Kedua, Memisahkan antara doktrin Kristen dan etika Kristen.
Inilah yang membawa kelompok liberal untuk berkesimpulan bahwa orang ateis sekalipun dapat menjadi moralis.
Ketiga, Tidak percaya pada doktrin Kristen Orthodok.
Menolak sebagian atau keseluruhan doktrin-doktrin Trinitas, ketuhanan Yesus, perawan yang melahirkan, Bibel sebagai kata-kata Tuhan secara literal, takdir, neraka, setan dan penciptaan dari tiada (creatio ex nihilo). Doktrin satu-satunya yang mereka percaya, selain percaya akan adanya Tuhan adalah keabadian jiwa.
Keempat, Menerima secara mutlak pemisahan agama dan negara.
Para pendiri negara Amerika menyadari akibat dari pemerintahan negara-negara Eropa yang memaksakan doktrin suatu agama dan menekan agama lain. Maka dari itu kata-kata “Tuhan” dan “Kristen” tidak terdapat dalam undang-undang. Ini tidak lepas dari pengaruh tokoh-tokoh agama liberal dalam konvensi konstitusi tahun 1787.
Kelima, Percaya penuh pada kebebasan dan toleransi beragama.
Pada mulanya toleransi dibatasi hanya pada sekte-sekte dalam Kristen, namun toleransi dan kebebasan penuh bagi kaum ateis dan pemeluk agama non-Kristen hanya terjadi pada masa Benyamin Franklin, Jefferson dan Madison. Kebebasan beragama sepenuhnya berarti bukan hanya kebebasan dalam beragama tapi bebas dari agama juga, artinya bebas beragama dan bebas untuk tidak beragama.
Jadi sejatinya liberalisme dalam bidang sosial dan politik dalam peradaban Barat telah memarginalkan agama atau memisahkan agama dari urusan sosial dan politik secara perlahan-lahan. Agama tidak diberi tempat diatas kepentingan sosial dan politik.
Dan ketika liberalisme masuk kedalam pemikiran keagamaan Kristen Katholik dan Protestan ia telah mensubordinasikan gereja ke bawah kepentingan politik dan humanisme, serta mengurangi pentingnya teologi dalam bidang-bidang kehidupan.
Maka dari itu dalam liberalisme pemikiran keagamaan masalah yang pertama kali dipersoalkan adalah konsep Tuhan (teologi) kemudian doktrin atau dogma agama. Setelah itu, mempersoalkan kemudian memisahkan hubungan agama dan politik (sekularisme).
Akhirnya liberalisme pemikiran keagamaan menjadi berarti sekularisme dan dipicu oleh gelombang pemikiran postmodernisme yang menjunjung tinggi pluralisme, persamaan (equality), dan relativisme.
Kini paham liberalisme dibidang politik, ekonomi dan keagamaan yang merupakan sistem final kehidupan sosial di Barat itu diekspor ke negara-negara dunia ketiga termasuk kedalam dunia Islam.
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi