LBH Palembang Tangani 62 Kasus Kekerasan Perempuan

Hukum
Kekerasan Perempuan , Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

Palembang, kabarkata.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI) Palembang menggelar workshop untuk organisasi bantuan hukum dengan tema “Peran Organisasi Bantuan Hukun dan Pemerintah Daerah dalam penanganan kasus perempuan di Sumsel digelar di Hotel The Zuri, Senin (22/4/2019).

Kepala Internal LBH Palembang Tamsil mengatakan, pihaknya sudah lama menginisiasi kalau LBH butuh payung hukum.
Pasalnya, belum begitu efektif, karena persoalan anggaran tidak mencukupi terutama di daerah terpencil. “Kita Pemda dapat melaksanakan bantuan hukum untuk bisa mencakupi desa,” ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, bantuan dana yang diberikan Pemprov sebesar Rp 100 juta itu tidak mencukupi, Pemkot juga menganggarkan lebih dari itu.

“Besok kita audensi ke Pemprov, harus dihitung idealnya dalam menangani setiap perkara,” bebernya.

Ketika disinggung terkait perkara yang ditangani LBH Palembang, Tamsil mengungkapkan, yang jadi sorotan pihaknya adalah perkara perempuan.

Kita menangani 62 perempuan bermasalah dengan hukum, sedangkan data di WCC itu mencapai 133 kasus hukum terhadap perempuan,” katanya.

Kasus yang tidak terakomodir di Polda, sambung Tamsil, kasusnya banyak terpendam.Misalnya pelecehan seksual.

“Perkara yang kami tangani yakni kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) , kekerasan pacaran, penelataran oleh suami.
Ada ditangani sampai ke kepolisian dan pengadilan. Bahkan, ada yang bercerai,” urainya.

Tamsil mengungkapkan, akses keadilan sama bagi masyarakat. Pasalnya sudah ada bantuan hukum pemerintah.” Semuanya tidak dipungut biaya ditanggung pemda. Di LBH juga melayani bantuan hukum gratis. Cukup menyertakan surat keterangan tidak mampu,” tandasnya.

Sementara itu, Karo Hukum dan HAM Pemprov Sumsel Ardani menambahkan, pemberian bantuan hukum bagi perempuan cukup bagus. “Pemprov menyiapkan APBD anggaran pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin tahun ini 100 juta. Harusnya buat pergub yang baru untuk mengatur tarif per perkara,” pungkasnya. (Yanti)