Ironis Peringatan Perang Lima Hari Lima Malam Di Palembang Tak Diperingati di Palembang

News
Ironis , Peringatan Perang Lima Hari Lima Malam Di Palembang Tak Diperingati di Palembang

Kabarkata.com- Tanggal 1-5 Januari 1947 , masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel) akan selalu mengenang dengan Perang 5 hari 5 Malam (PLHLM) yang terjadi di Palembang. Peristiwa ini sangat penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ironis Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang tidak mengadakan kegiatan untuk memperingati perang besar ini.

Mengutip dari majalah Strijdd Nederland yang mengatakan, akibat serangan tanpa peringatan yang dilakukan Belanda dengan melakukan serangan ke kota Palembang melalui darat, laut dan udara, berdasarkan laporan Palang Merah Internasional, korban yang meninggal dunia di perkirakan berjumlah “2000-3500 orang dan bahkan lebih banyak yang cedera.
Untuk itu Komunitas Sahabat Cagar Budaya bersama museum pahlawan nasional Mayjen TNI (Purn) dr A.K Gani, Palembang menggelar peringatan perang lima hari lima malam di museum pahlawan nasional Mayjen TNI (Purn) dr A.K Gani, Palembang, Selasa (5/1) dengan nara sumber sejarawan Sumsel Syafruddin Yusuf ( dosen Sejarah Universitas Sriwijaya ).
Acara diikuti oleh berbagai kalangan mulai dari pecinta sejarah, dosen, mahasiswa, ASN hingga masyarakat umum.
Sejarawan Sumsel Syafruddin Yusuf (dosen Sejarah Universitas Sriwijaya) mengatakan , dari kejadian perang lima hari lima malam itu banyak nilai kesejarahan yang bisa di ambil antara lain semangat patriotisme, semangat nasionalisme dan itu yang perlu di tanamkan kepada kalangan milenial
“ Patriotisme dan nasionalisme itu jangan yang buta tapi semata-mata untuk kepentingan negara, rela berkorban, rela untuk membangun dan dalam proses pembangunan tentu nilai-nilai itu perlu di gunakan untuk proses pembangunan ,”katanya.
Menurut harus ada perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang terkait sejarah dan budaya Palembang, dia melihat Pemkot Palembang saat ini tidak ada kepeduliannya.
“ Pemda itu masih nak kendak-kendak dewek, semuanyanya sama dari Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota, mereka menilai kemerdekaan itu dapat bae, dalam konsep sejarah itu, apa yang di dapat hari ini merupakan kelanjutan dari masa selanjutnya , masa sebelumnya itu harus kita gunakan dan jadi pedoman untuk bertindak di masa depan , khan begitu harusnya,” katanya.
Apalagi, dia melihat konsep pembangunan di kota Palembang tidak terpadu, ide dari pemerintah saja tanpa melibatkan akademisi atau orang-orang yang berkompeten.
“ Tim Ahli cagar budaya itu harus berani ke,”ras, kalau sekarang tim ahli cagar budaya tidak ada guna karena masih kendak pemerintah itulah,” katanya.
Menurut Syafruddin pemerintah daerah tahu kalau setiap pembangunan harus di dahului dengan kajian namun pemerintah dinilainya seolah-olah tidak tahu.
“Kalau melihat konsep pembangunan zaman Soeharto dengan sekarang, kalau pak Harto sifatnya top down seluruh dari pusat, sekarang pembangunan itu harus dari bawah berarti pemerintah harus mendengarkan suara dari bawah, bukan di putuskan dewek, kalau sekarang istilahnya ngocok dewek , netak dewek,” katanya.
Dia melihat seperti di Jawa kalangan akademisi dan komunitas di libatkan dalam pembangunan sejarah dan budaya namun hal tersebut tidak terjadi Palembang.
“ Sekarang kembali ke pemerintah, ada tidak niat baik pemerintah untuk membangun atas dasar kepentingan masa depan itu, jadi kuncinya di pemerintah , kalau mereka melibatkan orang-orang yang berkompeten aku kita tidak masalah dan bagus hasilnya,” katanya.
Menurut Syafruddin di tahun 2002 saat dirinya mewawancarai sejumlah pejuang di Palembang mereka sudah kecewa bener dengan kondisi di Palembang
Sedangkan Kepala Museum pahlawan nasional Mayjen TNI (Purn) dr A.K Gani G.I. Priyanti Gani
mengatakan, kalau perang lima hari lima malam banyak yang lupa, padahal, bangsa yang besar, seperti kata Bung Karno adalah
bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.
Atas dasar itulah, dikatakannya, Museum dr AK Gani, mengadakan kegiatan tersebut didukung Komunitas Sahabat Cagar Budaya.
Pendiri dan koordinator Komunitas Sahabat Cagar Budaya, Roby Sunata mengataka, acara peringatan perang 5 hari 5 malam dilakukan karena perang itu adalah perang yang penting dalam sejarah modern Palembang dan berdampak besar bagi penduduk Palembang saat ini.
Dan menurutnya sejarah besar selayaknya dikenang di tempat yang besar pula, seperti rumah dimana tokoh besar sumsel tinggal, yakni rumah AK Gani yang sekarang telah menjadi museum.
“Kami berharap teman-teman di Palembang yang belum tahu apa itu perang 5 hari 5 malam sekarang menjadi tahu dan yang sudah pernah dengar sekarang menjadi makin tahu, lalu teman-teman semua menyebarkan pengetahuan itu ke teman-teman mereka sehingga pada akhirnya akan banyak warga palembang yang sadar dan kelak ikut memperingati secara beramai-teman,” katanya.