Dalam Sepekan 2 PN Di Jakarta Vonis Bebas Tuduhan Undang Undang Perbankan
JAKARTA, KABARKATA.COM —Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding yang diajukan oleh dua mantan karyawan PT Bank Permata Tbk, Ardi Sedaka dan Liliana Zakaria, atas vonis penjara 3 tahun dan denda Rp 5 miliar yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus kredit macet PT Megah Jaya Prima Lestari (MJPL).
“Menyatakan Ardi Sedaka dan Liliana Zakaria, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan,” tulis surat putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bertanggal 2 Desember 2020, dikutip Rabu (9/12) dilansir katadata.com.
Selain Ardi dan Liliana, Pengadilan Tinggi Jakarta juga mengabulkan banding enam mantan karyawan Bank Permata lainnya yang juga terlibat dalam kasus ini. Mereka adalah Eko Wilianto, Muhammad Alfian Syah, Yessy Mariana, Henry Hardijaya, Tjong Chandra, dan Denis Dominanta.
“Menerima permintaan banding dari para terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 3 September 2020 yang dimohonkan banding tersebut,” tulis putusan tersebut.
Selama menjalani masa tahanan di Rutan Titipan Bareskrim Polri sejak Juni 2020, beberapa terdakwa terpapar dan positif Covid-19. Namun semuanya telah dinyatakan sembuh.
Menurut majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Yonisman, S.H., M.H., ada beberapa pertimbangan majelis hakim untuk menerima pengajuan banding dari para perdakwa. Bahwa dalam perkara ini yang menjadi causa prima adalah kredit macet akibat perbuatan Megah Jaya yang telah wanprestasi atas kewajiban membayar kreditnya, sehingga penjatuhan pidana kepada para terdakwa tidak akan bermanfaaat terhadap penyelesaian kredit macet tersebut.
“Maka adalah adil apabila para terdakwa dibebaskan dari dakwaan. Perlu pula dipertimbangkan adanya doktrin bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan hendaknya berpegang pada azas manfaat dan azas keadilan,” dikutip dari surat putusan.
Meski demikian masih ada sidang yang berjalan di PN Jakarta Selatan untuk dua orang terdakwa lainnya, yakni Roy Arman Arfandi, mantan direktur utama Bank Permata, dan Anita Siswadi, mantan direktur Bank Permata. Serta satu orang DPO, mantan direktur Michael Alan Coye.
Kredit Macet Rp 755,1 Miliar Megah Jaya Prima Lestari Kasus yang menjerat delapan mantan karyawan dan tiga mantan direktur Bank Permata bermula dari pemberian kredit kepada Megah Jaya pada akhir 2013 sebagai modal kerja pengerjaan tujuh proyek pemipaan dari Pertamina. Pencairan kredit dilakukan secara bertahap, Hingga Mei 2015 total fasilitas yang telah dicairkan mencapai Rp 892,06 miliar.
Namun dari jumlah tersebut, MJPL baru melunasi sekitar Rp 136,89 miliar. Sisanya sebesar Rp 755,1 miliar dinyatakan macet. Ketika ciciclan kredit menunjukkan ketidakberesan, barulah Permata mengirim surat ke Pertamina untuk mengkonfirmasi pelaksanaan tujuh proyek oleh Megah Jaya yang ternyata menggunakan dokumen palsu untuk mengajukan kredit ke Bank Permata.
Dari keterangan Pertamina, tujuh proyek yang diklaim Megah Jaya, ternyata beberapa proyek masih dalam tahap tender, dan tak semua proyek itu dikerjakan Megah Jaya, hingga penggelembungan nilai proyek Kredit macet tersebut akhirnya dihapus buku oleh Bank Permata.
Komisaris dan direktur Megah Jaya, The Johny dan Sumarto Gosal ditangkap pada Juli dan November 2019 dan dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 1 bulan oleh Pengadilan negeri Jakarta Selatan karena terbukti memalsukan surat pada Juni 2020.
Namun delapan mantan karyawan Bank Permata juga dinilai tidak berhati-hati dalam memberikan kredit kepada Megah Jaya hingga berujung menjadi kredit macet.
Mereka dianggap melanggar Pasal 49 ayat 2 hurub B Undang Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang perbankan. Pasal tersebut mengatur anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank untuk memastikan ketaatan bank terhadap UU perbankan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Ancamannya hukuman penjara tiga hingga delapan tahun serta denda Rp 5 – 100 miliar.
Paraktisi Hukum, Husni Candra, SH M Hum Angkat Bicara
Sementara itu, Husni Candra, SH M Hum yang merupakan praktisi Hukum memberi tanggapanya terkait putusan hakim,” Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding yang diajukan oleh dua mantan karyawan PT Bank Permata Tbk, Ardi Sedaka dan Liliana Zakaria, dan akhirnya diputus bebas “.
Selain itu, “Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membebaskan mantan Direktur Bank Swadesi Ningsih Suciati”.
https://gesahkita.com/2020/12/09/direktur-bank-swadesi-ningsih-suciati-bebas-dari-sangkaan-undang-undang-perbangkan/
Pengacara Senior ini menilai terlalu diada adakan jika melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) bisa dijerat Pidana. Kata Husni, Semestinya sanksi administrasi dahulu yang berperan dan juga bisa dikenai pelanggaran etik jika itu menyangkut perilaku pejabat bank.
“ Masak iya karena SOP dipidana kan ada yang namanya sanksi sanksi termasuk administrasi dahulu yang berperan atau etik bagi prilaku pejabat bank,” tuturnya.
Ditanya terkait undang undang perbangkan yang dalam hampir waktu bersamaan selama sepekan ini, dimana 2 Pengadilan di Jakarta membebaskan tuduhan pelanggaran undang undang perbangkan terhadap para pejabat bank yakni Ardi Sedaka dan Liliana Zakaria pejabat PT Bank Permata Tbk, serta Ningsih Suciati yang merupakan Direktur Bank Swadesi.
Husni juga menilai, Undang Undang Perbangkan Pasal 49 Nomor 8 Tahun 1998 tentang perbankan itu Ambigu dan Inkonsisten dengan sikap OJK.
“Nuansa Ambigu dan inkonsisten nya Pasal 49 ini lah melahirkan bias sikap pengawasan OJK ini,”cetus Husni singkat.(*)
Teks : katadata.co.id/irfan
Editor: Arjeli Sy Jr