Capaian Luas Hutan Sosial di Sumsel 105.367 Ha
Palembang, kabarkata.com – Alokasi luasan hutan sosial di Sumsel mencapai 361.897 ha, dan yang sudah dikelolah oleh masyarakat mencapai 105.367 ha. Pengelolaan kawasan hutan sosial itu dikelolah oleh sekitar 15.000 KK.
Hal tersebut diungkapkan Kapala Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel Panji Cahyanto saat diwawancarai dalam acara talk show Perhutanan Sosial di ruang rapat Balai Litbang LHK, Jumat (28/6/2019).
Panji Cahyanto menjelaskan, melalui talk show hutan sosial ini, pihaknya memberikan akses kepada masyarakat untuk berusaha dikawasan hutan. “Disini kita ingin menyamakan persepsi, agar dalam izin berjan sesuai dengan aturan. Ada 3 kewajiban pemegang izin yakni penandaan batas, program rencana kerja, dan membayar pajak, ” ujarnya.
Lebih lanjut Panji menjelaskan, lahan untuk hutan sosial di Sumsel mencapai 361.897 ha, dan yang sudah dikelolah oleh masyarakat mencapai 105.367 ha. Pengelolaan kawasan hutan sosial itu dikelolah oleh sekitar 15.000 KK. “Untuk izin yang sudah kami terbitkan mencapai 104 izin. Itu tersebar di seluruh Sumsel yang ada hutannya. Yang tidak ada hutan sosial yakni Palembang, Prabumulih, OI dan Lubuklinggau, ” bebernya.
Ketika ditanya terkait kriteria masyarakat yang mendapatkan izin di kawasan hutan sosial, dia menerangkan, masyarakatnya harus benar-benar berdomisili disekitar hutan dengan menunjukkan KTP dan KK.
“Kita akan memfasilitasi masyarakat yang memenuhi syarat mendapatkan izin di kawasan hutan sosial. Jadi tidak ada biaya untuk pengurusan izin tersebut, ” ucapnya.
“Pak Gubernur sudah mencanangkan 2 tahun lagi, angka kemisikinan satu digit. Kita berharap masyarakat di sekitar hutan, bisa berkurang signifikan angka kemiskinannya. Karena mereka bisa mendapatkan pinjaman KUR, dan bantuan bibit, ” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Dr Bambang Supriyanto menuturkan, capaian hutan sosial di Sumsel baru 35 persen. Dsri total 361.897 ha, yang baru dimanafaatkan baru 105.367 ha.
“Kita ingin suatu percepatan, suapaya targer 100 persen ke masyarakat bisa tahun ini. Kita obrolkan di tingkat 14 kabupaten dan kota tolong didampingi KPH dan penyuluh. Sinkronkan lokasi nya itu di KPH,” katanya.
“Harapan kita ada cluster komuditas yang dikembangkan, seperti karet, durian, jengkol, pete. Kebunnya bisa kopi, sereh, madu. Itu alternatiff income,” tambahnya.
Dia berharap ada masuknya percepatan akses. Sehingga memberikan kemanfaatan, agar berdampak pada penurunan kemisikinan bisa tercapai.
“Kita dampingi, dengan perencanaan yang bagus. Harapannya bibit nya dibantu Pemprov, pupuknya bersubsidi,” ucapnya.
Ketika ditanya terkait perizinanan hutan sosial, dia menuturkan, masyarakat punya kelompok tani, lokasinya di sekitar hutan. “Harus mengajukan proposal, lokasi itu mau diapain. Administasinya terpenuhi, kita verifikasi ke dukcapil benar tidak penduduk situ. Kemudian dikeluarkan SK, selama 35 tahun dipinjamkan ke masyarakat, tapi tidak bisa diperjual belikan,” tegasnya.
Narasumber dari Fakultas Kehutanan IPB Dr Rinekso Sukmadi menambahkan, perhutanan sosial adalah terobosan supaya berkeadilan pengelolaan hutan. Ada penguatan pendampingan, bagi yang menguasai perhutanan sosial.
“Pendampingnya ,tidak boleh ada kesalahan dalam memberikan petunjuk ke masyarakat, terutama terkait perhutanan sosial itu izin pemanfaatan bukan izin kepemilikan tanah,” urainya.
Dia menuturkan, dari akademisi, mahasiswa kehutanan sekitar 28 ribu, mahasiswa harus tau perhutanan sosial. Sehingga melakukan pendampingannya benar.
“Potensi di Sumsel, perhutanan sosial kalau buat produk buat produk andalan. Dibuat cluster, karena kita lemah di paskah panen. Perhutanan sosial ini dibuat cluster misal, karet, durian,” pungkasnya. (Yanti)