Bawaslu Fokus Awasi Money Politic Hingga Politisasi SARA
Palembang, kabarkata.com – Pileg tahun 2019 di Sumsel bakal diikuti sebanyak 9.201 calon anggota legislatif (caleg) yang bakal bersaing memperebutkan 723 kursi legislatif, baik untuk DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi hingga DPRD Kabupaten/Kota. FGD yang dihelat Direktorat Intelkam Polda Sumsel dan dimoderatori oleh Faturrahman,S.Sos ini juga menghadirkan sejumlah pembicara diantaranya Komisioner Bawaslu Sumsel Syamsul Alwi,S.Sos, Kompol Fitri (perwakilan Dit Reskrimsus Polda Sumsel), Mantan Komisioner Bawaslu Sumsel, Andika Pranata Jaya,S.Sos, dan Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumsel, H Saefudin Latif,M.PdI.
Komisioner Bawaslu Sumsel, Syamsul Alwi,S.Sos,M.Si mengatakan, salah satu yang menjadi fokus pihaknya pada Pemilu kali ini adalah masalah money politic (politik uang) kepada pemilih selain politisasi Suku Agama Ras (SARA).
“Dari beberapa kali pertemuan dengan ormas maupun para mahasiswa kami selalu mewanti-wanti money politic merupakan racun demokrasi. Wajib hukumnya kita menolak segala macam bentuk money politic kita sosialisasikan kepada masyarakat sekitar kita, tidak ada gunanya menggunakan uang untuk menyuap masyarakat,” ujarnya di acara Focus Group Discussion (FGD) “Peran Pemilih Milenial Mencegah Hoax, Politisasi Isu SARA dan Politik Uang pada Pemilu tahun 2019 di Ballroom Hotel Airish Jl Sukabangun II.
Syamsul menjelaskan, modus dan wujud dari money politic di dalam Pemilu kali ini diantaranya serangan fajar, bantuan religius hingga dalam bentuk mahar yang dipengaruhi beberapa faktor seperti pendidikan akibat kurangnya pemahaman akan Pemilu yang jujur, adil dan bermartabat. Selain itu, faktor kebutuhan ekonomi masyarakat sehingga terpancing untuk menerima money politic,” katanya.
Mewakili Dit Reskrimsus Polda Sumsel, Kompol Fitri menuturkan, soal jerat hukum penyebar hoax dan ujaran kebencian, dimana saat ini hanya sekitar 22 persen saja pemilih milenial yang peduli dengan pemilu maka dengan penjelasan tersebut pihak polda sumsel akan memproses permasalahan undang – undang ITE.
“Untuk sanksi dalam money politik yaitu pada pasal 278 uu no 7 tahun 2017 bisa dipidana sampai dengan penjara 4 tahun. Pasal 515, bisa dipidana penjara paling lama 3 tahun, makanya marilah kita kawal dan awasi bersama-sama jalannya pemilu,” ucapnya.
Saat ini, lanjut dia, para pemilih milenial hanya fokus pada gadget masing masing dan tidak memperdulikan lingkungan sekitar dikarenakan adanya internet yang mana pemberitaan medsos sangat cepat beredar dalam hitungan detik.
“Apabila pemberitaan itu dipergunakan tidak benar maka akan menimbulkan permasalahan bahkan penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan melalui jalur hukum,” kata Fitri.
Mantan Komisioner Bawaslu Sumsel, Andika Pranata Jaya,S.Sos mengungkapkan, pemilihan presiden relatif lebih sederhana ketimbang pileg karena hanya akan ada dua pasang calon presiden dan calon wakil presien yang bersaing merebut dukungan pemilih. Yang tentuya profil kedua pasangan sudah relatif dikenal melalui penyebarluasan informasi baik melalui media massa maupun media sosial.
Wakil Ketua FKUB Sumsel, H Saefudin Latif,M.PdI menjelaskan, saat ini provinsi Sumsel menjadi barometer penyelesaian permasalahan pendirian rumah ibadah.
“Khusus di Sumsel terdapat potensi konflik yaitu masalah pendirian rumah ibadah akan tetapi di sumsel tidak harus menggunakan kekerasan dalam penyelesaian potensi tersebut,” bebernya.
Ketua pelaksana FGD, AKBP Sigit Hindaryanto yang juga menjabat sebagai Kasubdit 1 Dit Intelkam Polda Sumsel menyampaikan terima kasih kepada para narasumber serta para peserta FGD yang telah hadir.
“FGD kali ini dibahas seputar isu hoax dan politik uang dimana para peserta yang notabene merupakan pemilih milenial, agar dapat memahami dan mengerti akan berita hoax yang beredar,” pungkasnya. (Yanti)