H Armansyah : Kata Hati Prinsipal Mencari Keadilan
PALEMBANG, kabarkata.com —Dalam rilisnya H Armansyah mantan direktur BPR Palembang yang dalam posisi berjuang mencari keadilan menyampaikan rilis nya kepada media ini yang diberi judul, “Kata Hati Prinsipal Mencari Keadilan,” Selasa, (01/12/2020).
Lebih lanjut diuraikanya sedikit sejarah awal berdiri nya BPR Palembang yang merupakan BUMD Kota Palembang ini.
A.BPR PALEMBANG BARU BEROPERASI SELAMA 1 TAHUN
Menurut Arman, BPR Palembang secara Akta berdiri pada tahun 2013, akan tetapi baru lah beroperasi sejak Januari 2016, karena harus mengurus ijin prinsip dan ijin operasional dan juga mempersiapkan infrastruktur, seperti gedung, peralatan kantor, system komputer, rekrutmen karyawan dan training, membuat kebijakan, membuat SOP dan lain lain.
“Selama mempersiapkan segala sesuatu nya dan menunggu ijin operasional kami sempat tidak menerima gaji selama 10 bulan, karena tidak ada anggaran, karyawan dirumahkan, yang bekerja hanya direksi ( tidak dapat upah) demi memperjuangkan BPR ini,” beber nya dalam rilis nya.
“Pada saat berdiri, sambungnya, “BPR ini modal awalnya hanya 6 milyar. BPR berdiri (operasional) sejak Januari 2016, sedangkan pemberian kredit kepada saudara Ilham Santosa pada Januari 2017,” sebutnya.
“ Artinya baru beroperasi selama 1 tahun dan dengan usia 1 tahun itu, sudah pasti banyak kelemahan dan kekurangan tenaga SDM dan kekuranagan biaya pendidikan,” kata Arman.
Arman mengakui, dengan kondisi saat itu, membuat kondisi administrasi menjadi lemah, pekerjaan yang tumpang tindih, serta ada yang rangkap jabatan dan seterusnya.
Arman juga kemudian membeberkan, bahwa selama 2016, BPR mengalami kerugian 5 milyar, karena besar beban pra operasional yang dibebankan sekaligus.
“ Akan tetapi pada tahun 2017, BPR memperoleh laba sebesar I milyar dan memperoleh penghargaaan dari majalah info bank, karena tumbuh lebih cepat. Modal Rp. 6 M bertambah menjadi Rp. 25 M, total aset Rp. 88, 5 M serta laba Rp. 1 M,” sebutnya lagi.
Arman kemudian menyebut bahwa dalam kondisi yang serba kekurangan terutama SDM, BPR mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Rendah nya mutu SDM dan kurang nya jumlah karyawan, mengakibatkan system administrasi menjadi kurang rapih, hal ini tentu saja berdampak pada resiko hukum.
“Resiko hukum yang saat ini saya sedang hadapi merupakan dampak dari rendahnya mutu SDM, yang pengetahuan mereka belum sampai pada resiko yang akan dihadapi,” urai H Armansyah.
“Suatu hal yang miris bagi saya, “ tambahnya, “Adalah kesalahan atau kelemahan yang dimiliki karyawan tetapi akan ditanggung oleh saya sendiri sebagai atasan,” ungkap Arman.
“ Padahal lahirnya suatu kredit itu, kata nya, melalui tahapan yang berjenjang dari bawah keatas, sampai pada akhir suatu keputusan disetujui atau ditolak,” tegasnya.
B. BPR Merupakan Kasta Paling Rendah di Kalangan Bank.
Masih dalam rilis H Armansyah yang sedang mencari keadilan, yang lebih lanjut mengatakan bahwa dari banyak nya bank yang beroperasi di Indonesia BPR merupakan kasta yang paling rendah.
Hal ini dapat dilihat atau dibandingkan dengan beberapa jenis bank berikut ini:
1. Bank BUMN
2. Bank Swasta Nasional
3. Bank Swasta Asing
4. Bank Campuran (Swasta asing dan Nasional)
5. Bank BPD ( Pembangunan Daerah)
6. 6 Bank BPR
“Bank BPR merupakan bank pada kalangan paling rendah di kasta perbangkan nasional, sudah pasti memiliki kekurangan dan kelemahan system, kelemahan jaringan, kelemahan modal, kelemahan SDM dan lain lain,” ungkapnya.
Kendati itu tulis Arman, Perlakuaan hukum dan undang undang tidak memandang kasta, semua nya untuk dan berlaku pada undang undang perbankan yang sama.
“Hal ini menyebabkan, BPR atau pengurus BPR mengalami resiko, baik resiko operasional, resiko kredit, resiko pasar, dan resiko hukum,” kata Arman.
Arman pun menilai, seharusnya ada perlakuan khusus untuk BPR jangan diperlakukan sama seperti bank bank papan atas.
Bagi Arman, salah satu keunggulan BPR adalah pelayanan yang cepat, tidak berbelit belit, birokrasi lebih pendek, persyaratan yang mudah.
“Akan tetapi keunggulan ini justru menjadi kelemahan, dijadikan objek bagi lembaga pengawas karena kinerja pengawas dinilai dari banyak nya temuan yang didapat atau banyak orang yang dipenjarakan,” tegas nya.
Arman pun kemudian menyebut bahwa lama kelamaan BPR akan puna karena satu sisi kalah bersaing dengan bank bank besar dan sisi lain menerima tekanan dari lembaga otoritas.
C.Fakta fakta persidangan
Selain itu, pada bagian akhir rilisnya ini, H Armansyah menulis fakta fakta dipersidangan yakni:
“Pertama, Saya disangkakan menerima pembayaran dari Sdr Ilham Santosa sebesar Rp 4 M, tetapi saya tidak pernah ditunjukan bukti nya,” kata Arman.
Pada bagian kedua tulis Arman lagi dalam rilisnya, Pelapor ketika di BAP oleh penyidik mengaku kerugian / kehilangan uang sebesar rp 4 M, akan tetapi penyidik ketika memeriksa saya tidak pernah menanyakan tentang uang RP . 4 M, “ tulis Arman.
Lalu pada poin ketiga dalam rilis ini ditulis Arman, “Saya disangkakan membuat catatan palsu, atau dokumen palsu, padahal saya tidak pernah diperlihatkan mana catatan palsu atau dokumen palsu,” ungkapnya.
Sedangkan pada poin ke empat, Arman juga mengatakan, “Hal hal yang dipertanyakan kepada karyawan BPR (saksi) tidak ditanyakan kepada saya (sebagai tersangka)”.
Setelah itu pada poin ke lima ditulis Arman, “ Saya disangkakan melanggar batas maksimum pemberian kredit, yang menurut saya tidak melanggar karena ada cara menghitung nya. Penyidik dengan leluasa diberi kesempatan untuk menjelaskan hasil penyidikannya, sementara saya sebagai tersangka tidak diberi kesempatan membela diri,” tulis Arman lagi.
Kemudian pada poin ke tujuh, ditulis Arman, “Minim nya bukti yang saya milik karena saya tidak lagi menjabat, sedangkan bukti bukti ada di BPR Palembang”.
Sumber : rilis
Editor : Arjeli Sy Jr