DIREKTUR LKPI LAPORKAN EMPAT AKUN FB

News
Direktur eksekutif Lembaga Kajian Publik Independen ( LKPI )

Kabarkata.con – Direktur eksekutif Lembaga Kajian Publik Independen ( LKPI ), Arianto melaporkan empat akun facebook yang diduga merugikan lembaga yang dipimpinya.

Didampingi kuasa hukumnya Advocad H Yusmaheri, SH di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), Polda Sumsel, Rabu (18/11/2020), Yusmaheri mengatakan, klienya sangat dirugikan kalimat yang ditulis keempat akun tersebut yang memakai lambang dan hasil survei lembaga milik klienya, tetapi disamakan dengan lembaga yang bukan milik klienya.

“Jelas ini menyangkut kredibilitas klien kami. Kami melaporkan empat akun yang diduga tertera milik Ratna Machmud, Lukman Oemar, Srikandi Milineal dan Duo Srikandi, Empat akun facebok ini tidak tahu bahwa LKPI milik klien kami bukanlah LKPI yang dimaksudkan mereka yang di beritanya share di facebook. Bahkan empat akun tersebut telah menyebarkan kalimat di facebbook yang sangat merugikan klien kami, seolah-olah lembaga klien kami sama dengan lembaga yang mereka maksud.

Lembaga Kajian Politik Indonesia (LKPI) itu berbeda dengan Lembaga Kajian Publik Independen (LKPI) milik klien kami, Tapi empat akun facebook itu menyamakan lembaga klien kami dengan Lembaga Kajian Politik Indonesia (LKPI). Ini sangat salah,” ungkap advocad kondang tersebut.

Lebih lanjut lanjut pria berbadan subur ini menjelaskan, peristiwa tersebut diketahui klienya pada hari Selasa (17/8/2020) pukul 05.00 WIB. Ketika klienya membuka facebook terlihat dan terbaca bahwa akun yang diduga milik Ratna Machmud, Lukman Oemar, Duo Srikandi, Srikandi Milenial telah memposting dan menyebarkan hasil release Lembaga Kajian Publik Independe (LKPI) dengan memakai lambang lembaga milikm klienya.

Di atas hasil release, lambang serta data survei tersebut ada tulisan warna merah dan dilingkari tepat dalam lambang klien Yusmaheri, Empat akun ini diduga memyebarkan opini ke publik bahwa lembaga klien kami melakukan pembodohan dimasyarakat dan juga mengatakan lembaga paling tidak akurat, kok dipercaya, Padahal empat akun tersebut mengambil data dari goggle.com yang berisikan berita Indonesia Watch For Democracy (IWD) menyebutkan tiga lembaga paling tidak akurat yaitu Lembaga Kajian Politik Indonesia ( LKPI ), Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dan Group riset Potensial (GRP)

“Yang dimaksudkan empat akun tersebut adalah Lembaga Kajian Politik Indonesia (LKPI), tapi empat akun tersebut di duga memakai nama lembaga klien kami dan lambang klien kami serta data klien kami untuk menjustifikasi bahwa lembaga klien kami sama dengan lembaga yang mereka maksud di berita yang mereka baca dan sebarkan. Padahal jauh berbeda. Disini klien kami merasa sangat dirugikan karena ini dapat mengiring opini masyarakat tanpa mengetahui lembaga yang sebenarnya. Saya berharap , laporan klien kami sesegera mungkin ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian karena berita dikhawatirkan akan terus menyebar sehingga klien kami sangat dirugikan. Kami berharap juga kiranya aparat kepolisian dapat mengembangkan kasus ini dan menangkap aktor utamanya,” ungkap pengacara parlente ini sambil memperlihatkan bukti-bukti screnshot empat akun facebook tersebut

Ditambahkan Yusmaheri, empat akun facebook tersebut diduga telah melanggar UU NO 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Laporan tersebut diterima dengan Nomor : LP/894/XI/2020/SPKT tanggal 18 Nopember 2020. Sementara itu, kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Supriadi membbenarkan adanya laporan pelapor dan laporan pelapor sudah diterima dan selanjutnya akan segera ditindaklanjuti.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Publik Independen (LKPI, Arianto menambahkan, perbuatan yang diduga dilakukan empat akun facebook tersebut merupakan perbuatan yang mencoreng nama lembaganya. Empat akun tersebut menuduh dengan cara meyamakan nama lembaga yang dimaksudkannya dengan nama lembaga LKPI yang dipimpinnya. Kalimat yang ditulis empat akun facebook tersebut sudah masuk dalam kejahatan dengan cara menyebar berita untuk membentuk opini di media sosial dengan cara menyamakan Lembaga Kajian Politik Indonesia (LKPI) dengan Lembaga Kajian Publik Independen (LKPI).
“Ini menyangkut kredibilitas dan integritas lembaga yang saya pimpin. Tim IT dan statistik kami terus memburu di media sosial apakah ada data-data survei yang telah kami release juga dipalsukan angka-angkanya dan ini momentum pilkada. Bukan tidak mungkin nantinya bisa ditemukan juga data survei yang juga diubah untuk menguntungkan seseorang. Saya akan terus mengawal kasus ini dan memonitor terus kasus sampai tuntas. Saya juga akan membuat laporan tembusan ke Kapolri,” ungkap jebolan Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini dengan lantang. (rls)