Puskass Batanghari Sembilan Institute Desak DPRD Sumsel dan Pemprov Sumsel Sahkan Perda Marga
KABARKATA.COM- Ketua Bapemperda DPRD Sumsel Toyeb Rakembang saat menyerahkan hasil sementara kajian Raperda Marga kepada Pusat Kajian Sejarah Sumatera Selatan (Puskass), Batanghari Sembilan Institute usai beraudiensi di ruang pertemuan Bapemperda DPRD Sumsel , Kamis (17/2).
Pusat Kajian Sejarah Sumatera Selatan (Puskass), Batanghari Sembilan Institute mendesak DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Marga yang kini dibahas di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Sumsel untuk menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Hal tersebut dikemukakan juru bicara Puskass Batanghari Sembilan Institute, Vebri Al Lintani didampingi anggota Puskass Batanghari Sembilan Institute, Dr (Cand) Kemas Ari Panji, Ali Goik saat beraudiensi dengan Ketua Bapemperda DPRD Sumsel Toyeb Rakembang di ruang pertemuan Bapemperda DPRD Sumsel , Kamis (17/2).
Turut hadir anggota Puskass Batanghari Sembilan Institute lainnya seperti Dr Meita Istianda Msi, Drs Saudi Berlian, Dr Dedi Irwanto Msi , Giyanto Msc, Hidayatul Fikri S Kom, Dudy Oskandar SH, Robby Sunata.
Vebri Al Lintani mengaku pihaknya mendukung dan mendesak agar Peraturan Daerah (Perda) tentang Marga segera di sahkan sehingga menjadi dasar hukum untuk kembali pemberlakuan Marga di Sumsel .
“ Karena persoalan-persoalan kita selama ini menurutnya kami yang paling mendasar adalah persoalan kebudayaan dan itu ada pada Marga, kalau Marga mati maka kebudayaan kita makin lama makin degradasi atau makin membusuk, karena itu dari kami berdiskusi sengaja datang kesini agar segera DPRD Sumsel mengesahkan atau memproses Perda Marga ini secepatnya ,” katanya.
Dia melihat daerah di Indonesia yang sudah memiliki kekhasan pemerintahnya masing-masing sudah memulai seperti Sumatera Barat (Sumsel, Bali, Aceh, Yogyakarta, Lampung mulai menghidupkan aturan adatnya.
“ Sumsel itu sudah jelas basisnya , ada di konstitusi bahwa kita ini adalah provinsi istimewa yang memiliki sistim pemerintahan sendiri, nah , karena itu contoh-contoh yang sudah ada Sumatera Barat dan sebagainya tadi itu bisa dijadikan model di Sumsel , tinggal model apa yang cocok untuk kita, nanti tentu ada bahasan khusus yang penting Marga itu harus kembali , harus revitalisasi sehingga kita saya kita kesejahteraan yang kita cita-citakan tidak tercapai tanpa pertimbangan adat dan budaya di Sumatera Selatan,” katanya.
Pihaknya tidak ingin menjadikan Marga ini sebagai lembaga pelengkap penderita, menjadi ceremonial .
“ Kita mendukung agar Marga dimasa lalu bisa berjalan dimana kepala Marga bukan hanya menjalankan administrasi tapi juga menjalankan adat serta aktip bisa menindak , bisa membuat sangsi kalau ada orang yang melanggar adat istiadat, “ katanya.
Senada dikemukakan , Ali Goik berharap dengan Perda Marga ini akan menjaga budaya dan adat di Sumsel karena adat ini sekarang sudah berangsur hilang terutama penghormatan anak kepada orangtua, penghormatan kepada tokoh tokoh , sudah dianggap angin lalu.
“Segera di perdakan agar Sumsel ini punya jati diri di Marga yang didalamnya ada undang-undang Simbur Cahaya yang mengatur hukum –hukum dan norma-norma yang di Sumsel,” katanya.
Sedangkan Ketua Bapemperda DPRD Sumsel Toyeb Rakembang mengakui Perda inisiatip DPRD Sumsel tentang Marga ini sempat tertunda sejak tahun lalu namun dengan kedatangan dari pihak Pusat Kajian Sejarah Sumatera Selatan (Puskass), Batanghari Sembilan Institute ini menambah semangat dari Bapemperda DPRD Sumsel untuk benar-bener bekerja mencari bahan lebih banyak lagi sehingga Perda Marga bisa terwujud dan sahkan secepat mungkin.
“ Tentu kita tetap meminta dukungan terutama kepada tokoh-tokoh adat Sumatera Selatan baik yang ada di Sumatera Selatan , kota Palembang di daerah-daerah,” katanya.
Perda Marga ini menurutnya sangat penting bagi Sumsel , karena solusi untuk menyelesaikan permasalahan di Sumsel baik urusan rumah tangga, konflik tanah ulayat, tanah warga, konflik antara kekerasan rumah tangga dan anak dengan Perda Marga bisa diselesaikan dan ini penting sekali untuk diwujudkan sehingga nilai-nilai kearifan lokal bisa terwujud.
“ Kita segera rapat untuk menindaklanjuti pertemuan hari ini terutama dengan internal Bapemperda dan dengan tim ahli setelah itu kita akan mengundang para sejarawan, sosiolog dan sebagainya termasuk pelaku sejarah Marga yang hari ini masih hidup untuk segera kita sahkan dan kita ajukan ke Pemerintah Provinsi Sumsel untuk dapat dilaksanakan ,” katanya.
Apalagi Perda Marga ini menurutnya tidak seperti perda yang ada karena perlu kajian yang panjang agar tidak berbenturan antara undang-undang desa dan Perda Marga.
“ Saya secara pribadi ya saya cenderung Marga masuk dalam tata pemerintahan, karena beberapa darerah yang kita kunjungi yang mereka sama dengan kita seperti Aceh, Sumatera Barat, Yogyakarta , mereka kembali ke adat mereka, pemerintah mereka sudah masuk kesitu, kenapa mereka bisa tapi kita tidak bisa, kalau sekadar Marga hanya perda-perda saja atau kayak euforia , ceremonial, ngapain menghabiskan uang negara , enggak ada manfaatnya secara politik dan sosiologi,” katanya.